20 September 2025, 22:38

Sirene dan Rotator Kerap Ditolak, Masyarakat Desak Penertiban

Salah satu penyebab utama penolakan adalah penyalahgunaan oleh pihak yang tidak berhak.

Reporter: Redaksi Perspektif
Editor: Deden M Rojani
46
Sirene dan Rotator Kerap Ditolak, Masyarakat Desak Penertiban
Salah satu mobil ditilang polisi karena memakai ritator dan sirene. / Doc: net

JAKARTA, Perspektif.co.id – Penggunaan sirene dan rotator di jalan raya semakin menuai penolakan masyarakat. Alat yang seharusnya menjadi tanda darurat itu kerap disalahgunakan sehingga menimbulkan persepsi negatif.

Salah satu penyebab utama penolakan adalah penyalahgunaan oleh pihak yang tidak berhak. Banyak warga melihat kendaraan pribadi atau pejabat non-darurat menggunakan strobo untuk menerobos kemacetan.

“Penggunaan yang tidak tepat membuat masyarakat merasa diperlakukan tidak adil. Strobo akhirnya lebih dipandang sebagai simbol hak istimewa, bukan alat keselamatan,” ujar akademisi transportasi Djoko Setijowarno, Sabtu (20/9) dalam keterangannya.

Selain itu, kebisingan sirene dianggap sangat mengganggu, terutama di kawasan padat penduduk. Gangguan ini bahkan bisa memicu stres dan kecemasan. Di sisi lain, lemahnya penegakan hukum memperparah masalah. Padahal, Pasal 134 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 jelas mengatur kendaraan yang berhak menggunakan sirene, seperti ambulans, pemadam kebakaran, dan kepolisian.

Masyarakat menilai sanksi yang ada terlalu ringan, yakni denda maksimal Rp250 ribu atau kurungan satu bulan. “Sanksi perlu direvisi agar ada efek jera,” tegas Djoko.

Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Pol. Agus Suryonugroho sebelumnya telah mengeluarkan kebijakan penertiban penggunaan sirene dan rotator. Namun publik berharap aturan tersebut diberlakukan permanen.

“Cukup Presiden dan Wakil Presiden yang mendapat pengawalan. Pejabat lain tidak perlu,” tambah Djoko.***

Berita Terkait