09 October 2025, 03:03

Dapur MBG Diawasi Ketat—Apakah Garut Ikut Model Pangandaran?

Dapur MBG diawasi ketat usai KLB Garut. Akankah Garut meniru Pangandaran? Simak lokasi perawatan, data resmi dr. Leli Yuliani, dan progres hasil lab.

Reporter: Redaksi Perspektif
Editor: M. Anshori
9
Dapur MBG Diawasi Ketat—Apakah Garut Ikut Model Pangandaran?
Seorang siswa digotong untuk melakukan perawatan usai keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG). / Doc: istimewa

GARUT, Perspektif.co.id — Menyusul rangkaian kasus dugaan keracunan program Makan Bergizi Gratis (MBG), sejumlah daerah mulai memperketat pengawasan dapur penyedia makanan sekolah. Pangandaran telah mengumumkan langkah pengetatan inspeksi dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) secara rutin bersama dinas terkait dan aparat setempat. 

Pemerintah Kabupaten Garut masih berfokus pada penanganan korban dan audit rantai pasok–penyajian, sambil merujuk hasil uji laboratorium sampel makanan. Dalam beberapa pernyataan, Dinas Kesehatan (Dinkes) Garut menekankan pendataan korban, alur perawatan, serta pengiriman sampel untuk pemeriksaan. 

Kepala Dinas Kesehatan Garut dr. Leli Yuliani menyampaikan pembaruan jumlah korban pada awal Oktober. 

Jumlahnya 282 korban. Mayoritas sudah pulang dan menjalani rawat jalan di rumah,” kata Leli, Rabu (1/10/2025). 

Leli juga merinci kondisi Rawat Inap dan perkembangan terbaru pasien. “Yang menjalani rawat inap, total ada 30 orang. 11 sudah kembali ke rumah, 19 lainnya masih menjalani perawatan,” ucapnya. 

Data itu menunjukkan tren perbaikan klinis meski investigasi sumber kontaminasi tetap berjalan. 

Pada fase awal kejadian, Leli mengonfirmasi temuan puluhan hingga ratusan siswa bergejala dalam waktu berdekatan di wilayah Kadungora. “Jumlah siswa yang mengalami gejala keracunan mencapai 150 orang,” ujar Leli kepada wartawan. Angka tersebut kemudian bertambah seiring pendataan lanjutan.

Di saat Garut menuntaskan investigasi pangan dan pemulihan layanan, Pangandaran lebih dulu mengumumkan pengetatan pengawasan dapur MBG, termasuk kegiatan sosialisasi sanitasi dan inspeksi berkala oleh lintas instansi. Informasi resmi menyebut Satgas MBG bergerak berdasarkan SK Bupati serta melibatkan TNI–Polri, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pendidikan. 

Kebijakan Pangandaran tersebut muncul berdekatan dengan laporan insiden yang membuat kegiatan MBG dihentikan sementara sambil evaluasi dilakukan. Pengetatan diarahkan pada keamanan proses produksi, distribusi, dan penyajian makanan kepada siswa.

Pertanyaan publik kemudian mengerucut: apakah Garut akan menerapkan model pengawasan “gaya Pangandaran”, yaitu inspeksi lintas instansi dan pengawasan dapur terjadwal? Sumber resmi Garut masih menitikberatkan pada penyelesaian medis dan proses uji laboratorium sebagai dasar keputusan lanjutan. 

Di sisi layanan, Garut memastikan alur perawatan berjenjang: pasien ringan ditangani puskesmas, sedangkan kasus yang membutuhkan observasi dirujuk ke RSUD dr. Slamet. Pada pembaruan lain, Leli menyebut pemulangan bertahap korban disertai kontrol rawat jalan di fasilitas terdekat. “Yang menjalani rawat inap, total ada 30 orang…” menjadi indikator kapasitas layanan terkelola.

Sementara itu, beberapa kanal pemberitaan menyoroti dinamika angka yang terus bergerak selama pendataan; Metro TV mencatat pernyataan Leli pada 1 Oktober bahwa total pasien yang ditangani mencapai 282 orang dengan 193 pasien sudah dipulangkan. 

Pernyataan ini menegaskan fokus Dinkes pada stabilisasi klinis sembari menunggu konklusi laboratorium. “Total keseluruhan pasien yang kami tangani saat ini ada 282 orang. Dari jumlah tersebut, 193 pasien sudah pulang, sementara sisanya masih dirawat di sejumlah fasilitas kesehatan,” ujar Leli. 

Hingga kini, kunci normalisasi kegiatan makan bersama di sekolah adalah hasil uji laboratorium, audit dapur/penyedia, dan penguatan SOP penjamah makanan. Garut membuka opsi pengetatan serupa bila indikator risiko masih tinggi, sebagaimana pola mitigasi yang mulai ditempuh daerah lain.***

Berita Terkait